1. Home
  2. Cerita Penyintas
  3. Meninggalkan Trauma di Huntara, Membangun Asa di Huntap Talise Panau
Meninggalkan Trauma di Huntara, Membangun Asa di Huntap Talise Panau

Meninggalkan Trauma di Huntara, Membangun Asa di Huntap Talise Panau

Dengarkan Berita Ini

Lima tahun pasca tsunami dahsyat melanda Palu, Sulawesi Tengah pada tahun 2018, masih membekas luka mendalam bagi para penyintas. Kehilangan harta benda, rumah, dan orang tercinta menjadi tragedi yang tak terlupakan. Di tengah duka, hadir secercah harapan baru bagi para penyintas dengan pembangunan Huntap Satelit Talise Panau.

Itulah yang dialami salah satu penghuni Huntap Talise Panau, Ibu Sundari, seorang ibu rumah tangga berusia 40 tahun. Tsunami merenggut rumahnya dan menelan nyawa ibunya.

“Rumah saya sebelumnya rata karena tsunami tsunami. Waktu gempa itu, saya lagi beraktifitas seperti biasa. Tiba-tiba terjadi gempa, saya cepat-cepat keluar rumah. Ketika gempa mulai reda, saya coba masuk lagi ke rumah, seketika itu juga air laut tsunami sudah masuk rumah. Jadi tsunami menghempaskan kita keluar rumah. Tapi alhamdulillah, kami sekeluarga, suami dan dua anak selamat. Hanya saja, ibu saya tidak sempat tertolong,\" kenang Ibu Sundari.

Masa-masa sulit di pengungsian huntara (hunian sementara) selama hampit empat tahun menjadi kenangan pahit bagi Ibu Sundari dan keluarganya. Fasilitas yang serba terbatas memperburuk keadaan. Trauma dan kesedihan masih menyelimuti Ibu Sundari dan keluarganya selama di huntara.

"Kehidupan selama di huntara cukup sedih karena hanya ada toilet umum. Selain itu, kalau angin kencang dan hujan, kami ketakutan bangunan huntara roboh. Karena kami masih trauma,\" ungkapnya dengan suara bergetar.

 

Kini, kebahagiaan baru hadir di Huntap Talise Panau. Huntap ini dilengkapi dengan infrastruktur dasar seperti jalan lingkungan, drainase, penerangan jalan umum, dinding penahan tanah, air bersih, dan sanitasi. Kehidupan Ibu Sundari dan keluarganya pun mulai membaik.

"Alhamdulillah, setelah saya bahagia dapat huntap ini. Di sini kondisinya jauh lebih baik dibanding huntara. Lebih nyaman,\" ucap Ibu Sundari penuh rasa syukur.

Huntap Talise Panau merupakan wujud nyata komitmen Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) dalam membantu para penyintas tsunami. Sebanyak 18 unit huntap dibangun untuk memberikan hunian yang layak dan nyaman bagi warga terdampak bencana.

Pembangunan huntap ini tak hanya memberikan tempat tinggal yang lebih baik, tetapi juga membantu memulihkan trauma para penyintas. Ibu Sundari dan keluarganya kini dapat hidup dengan lebih tenang dan memiliki harapan baru untuk masa depan.

"Harapannya, pemerintah tetap perhatikan kami dan memperhatikan kebutuhan kami di sini. Selain itu, saya juga berharap agar saluran pembuangan ke drainase bisa cepat dibenahi. Supaya kami lebih nyaman lagi tinggal di huntap ini,\" terang Ibu Sundari.

Kisah Ibu Sundari di Huntap Talise Panau merupakan bukti nyata bahwa semangat dan ketangguhan para penyintas tak pernah padam. Di tengah keterbatasan, mereka terus berjuang untuk membangun kembali kehidupan. Meskipun masih ada rasa trauma dan kehilangan, Ibu Sundari dan keluarganya kini memiliki tempat tinggal yang lebih aman dan nyaman.

Nama saya Sundari, umur 40 tahun. Pekerjaan sehari-hari sebagai ibu rumah tangga.

Rumah saya sebelumnya hancur karena tsunami tsunami. Saat gempa terjadi, saya sedang beraktifitas seperti biasa. Tiba-tiba terjadi gempa, saya bergegas keluar rumah. Ketika gempa mulai reda, saya coba masuk lagi ke rumah, seketika air laut tsunami sudah masuk rumah. Jadi tsumani menghempaskan kita keluar rumah. Alhamdulillah, kami sekeluarga, suami dan dua anak selamat. Hanya saja, ibu saya tidak sempat tertolong.

Sudah dua minggu saya menginap di huntap ini. Tapi barang-barang perabotan belum kami pindahkan, karena masih menunggu dapur selesai kami bangun.

Selama ini, sejak tahun 2020 saya tinggal di huntara (hunian sementara). Kehidupan selama di huntara cukup sedih karena hanya ada toilet umum. Selain itu, kalau angin kencang dan hujan, kami ketakutan bangunan huntara roboh. Karena kami masih trauma.

Alhamdulillah, setelah saya bahagia dapat huntap ini. Di sini kondisinya jauh lebih baik dibanding huntara. Lebih nyaman. Beberapa tetangga di huntap ini juga masih saudara.

Suami saya pekerjaannya buruh bangunan dan nelayan. Secara jarak, dari lokasi huntap ini ke pantai cukup jauh, sekitar 1 km. Jadi, sekarang ini perahu dan alat-alat masih kami simpan di huntara, karena lokasinya dekat dengan pantai.

Harapannya, pemerintah tetap perhatikan kami dan memperhatikan kebutuhan kami di sini. Selain itu, saya juga berharap agar saluran pembuangan air kotor bisa segera dibenahi. Supaya kami lebih nyaman lagi tinggal di huntap ini.